bahagiaversialflo
18 tahun, bukan lagi usia anak - anak,
bukan lagi usia yang ideal untuk bermain – main seperti sepuluh tahun yang
lalu.
Kini duniaku semakin nyata, duniaku semakin
hidup dan duniaku semakin luas. Kini bukan hanya harus bahagia, kalimat
sederhana yang terlintas dalam benakku. Tetapi, sudah saatnya aku tau jawaban
dari lima pertanyaan dasar yang harus aku posisikan sebelum kata “bahagia” itu.
Iya, apa sejatinya bahagia itu?
Dimana posisi yang tepat untuk ku bahagia?
Kapan saat yang tepat untuk ku bahagia?
Mengapa aku harus bahagia?
Dan bagaimana aku mendapatkan kebahagiaan
sejati itu?
Sebenarnya bahagia itu sederhana. Begitu
juga bahagiaku. Namun, sering kali orang mengatakan bahwa bahagia itu sulit
dicari. Butuh perjuangan dan pengorbanan besar untuk menggapai suatu
kebahagiaan.
Itu bukan sekedar opini belaka, bahagia
yang identik dengan perjuangan dan pengorbanan besar itu memang benar. Tapi ada
satu hal yang salah.
Aku memang anak IPA, buat aku science is
everything. Tapi aku tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Aku hidup dalam
lingkungan sosial. Kalaupun dalam matematika, fisika, kimia ataupun biologi
tidak pernah diajarkan definisi bahagia, tapi sudah cukup banyak pelajaran
kehidupan yang aku dapat, salah satunya tentang bahagia. Makna dari kata
bahagia yang kudapat dari sekelilingku adalah pelajaran kehidupan, yaitu
pelajaran yang tak akan aku dapatkan di bangku sekolah.
Dari sekian banyak hasil observasiku dari
lingkungan sekitar, dari apa yang aku lihat, dan dari apa yang aku dengar,
banyak orang dengan persepsinya mengatakan bahwa bahagia itu bisa diukur dengan
materi yang berhasil kita kumpulkan?
Andakah di antara mereka?
Termasuk andakah orang yang menjadikan
materi sebagai indikator suatu kebahagiaan?
Aku mengatakan tidak.
Semua itu salah. Sejatinya kebahagiaan itu
datang dari hati, dari jiwa yang tentram dan damai.
Hampir dua puluh tahun dunia mengajariku
tentang bahagia. Lima belas tahun yang lalu, sepuluh tahun yang lalu, lima
tahun yang lalu dan sekarang, di saat aku menulis kembali rangkaian huruf b, a,
h, a, g, i dan a dalam lembaran kertas putih tanpa pena ini, ibarat sebuah
tangga menuju lantai paling atas yang ku artikan sebagai sebuah kedewasaan
dimana dia memiliki beberapa anak tangga yang semakin ke atas ketinggianya
bertambah pula. Setiap anak tangga itu adalah suatu proses yang selalu
memberiku makna berbeda dan lebih luas lagi dari kata “bahagia” itu.
Jika lima belas tahun yang lalu bahagiaku
adalah disaat mereka (mmpp) membelikanku sebuah boneka impianku,
Dan jika sepuluh tahun yang lalu bahagiaku
adalah diberi hadiah saat aku menjadi juara kelas,
Maka lima tahun yang lalu bahagiaku adalah
. . .
Di saat aku mulai bisa menggapai apa yang
aku mimpikan dengan kedua tanganku sendiri. Saat itu aku tak lagi meminta benda
– benda indah yang menarik mataku, aku tak lagi meminta hadiah, karena aku
pikir, penghargaan terbesar berasal dari diriku sendiri, penghargaan terbesar
aku dapatkan di saat orang – orang yang aku sayangi tersenyum karenaku.
Dan . . .
Tahun ini, di saat usiaku dua tahun lagi
sudah menginjak dua abad persepuluh, bahagiaku hampir mencapai makna pada
tangga yang paling atas, bahagia yang semakin kompleks, yaitu di saat ku mampu
memaknai bahagia dengan menjawab kelima pertanyaanku tadi.
Jika aku bertanya pada diriku, apa
sejatinya bahagia itu?
Aku harus tau bahwa bahagia itu tidak hanya
mendapatkan semua hal yang kuinginkan, karena tidak setiap yang kuinginkan
adalah yang terbaik untukku, begitu juga sebaliknya, aku memang bisa
merencanakan sesuatu yang menurutku mampu memberiku bahagia, tapi yang
menentukan adalah Dia. Dan perlu kutanamkan dalam jiwaku bahwa bahagia itu
adalah melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu di bawah ridho-Nya.
Dan jika aku bertanya pada diriku, dimana
posisi yang tepat untuk ku bahagia?
Maka aku harus mengatakan bahwa lingkungan
yang baik, lingkungan yang mampu menumbuhkan energi positif untuk ku belajar
melakukan hal – hal lebih bermanfaat, lingkungan yang bisa membawaku untuk
menjadi pribadi yang lebih baik dan lingkungan yang membuatku bersandar karena
kedamaian, ketenangan dan kenyamanan jiwa di saat ku berada disana adalah
posisi yang tepat untuk ku senantiasa bersyukur dan bahagia.
Dan ketika aku bertanya pada diriku, kapan
saat yang tepat untuk ku bahagia?
Bahagia itu adalah di saat jiwa ini
berlabuh pada kedamaian. Hanya hati yang mampu menjawab pertanyaan ini. Mulut
bisa saja mengatakan “aku bahagia”, tetapi jika jiwa ini kekeringan, maka tak
akan lama ragamu mampu berekspresi untuk menutupinya. Anda tau kenapa?
Karena salah satu hal yang paling
menyakitkan adalah ketika harus tersenyum hanya untuk menutupi luka.
Maka bertanyalah pada hatimu.
Dan ketika aku bertanya , mengapa aku harus
bahagia?
Aku terdiam sejenak, lalu aku mengingatNya,
segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Satu – satunya alasan mengapa
kuharus bahagia adalah karena aku harus bersyukur atas segala nikmatNya.
Dan ketika aku bertanya lagi, bagaimana aku
mendapatkan kebahagiaan sejati itu?
Maka jawabanku cukup sederhana,
USAHA dan DOA.
Simple tapi maknanya sungguh luas, aku rasa
bahagia itu berada di ujung sebuah perjuangan yang mengatasnamakan nama-Nya, di
ujung atau saat ku lihat pelangi indah di arena
sebuah perjalanan yang tidak menyimpang dari jalan-Nya. Alias halal J
Jadi, kita perlu tau, materi bukan satu –
satunya indikator untuk suatu kebahagiaan. Banyak orang bergelimang harta dan
kemewahan, tapi mereka tidak menemukan kedamaian dalam hati.
Lalu, mengapa aku menuliskan kalimat yang
menyelipkan kata “bahagia” dan “sederhana” dalam judul tulisanku ini.
Aku ingin menyampaikan sesuatu kepada orang
yang paling aku sayangi, namun aku tak mampu menyampaikanya dalam rangkaian
kata – kata dari lisanku,
Aku hanya bisa mengungkapkan isi hatiku
lewat hobiku, menulis J
Wahai kedua malaikatku, dan malaikat –
malaikat yang mengelilingiku di surga sederhana ini,
Aku ingin kalian tau,
Seperti yang kalian tau, pendidikan adalah
salah satu hal yang paling identik dengan hidupku. Belajar adalah nafasku, aku
tak tau apa yang akan terjadi jika aku berhenti disini,
Masih bisakah aku bernafas lebih lama lagi?,
Aku masih menatap bintang di langit yang
tinggi itu,
Aku masih berharap untuk bisa menggapainya,
Dan aku masih akan terus berjuang dalam
sisa waktuku ini.
Namun aku sadar, aku hanya berjuang dengan
kedua tanganku yang penuh keterbatasan ini,
Aku tak mampu terbang tanpa kalian,
Aku tau kalian memiliki sayap untukku,
Untukku terbang meraih bintang itu,
Tapi aku tidak ingin memakai sayap itu
hanya untuk menuntut hak dari kalian,
Hanya untuk memenuhi kewajiban kalian,
Aku tak ingin terbang seorang diri, aku
ingin ke angkasa bersama kalian,
Tidaklah tega bila ku terbang sendiri
dengan sayap itu,
Untuk itu aku mohon,
Mengertilah bahagia ku yang cukup sederhana
ini,
Aku tau aku memiliki Zat Yang Maha Perkasa,
Maha Besar dan Maha Menolong,
Sayap itu bukan satu – satunya kekuatan
yang akan membawaku terbang untuk meraih bintang itu,
Lewat rangkaian kalimat ini, jari tanganku
berusaha mengungkapkan apa yang tak berani kuminta lewat kata,
Yang pertama, aku butuh do’a dari kalian,
Kalian adalah malaikatku, aku percaya,
setiap lantunan tasbih mu pastilah di dengar oleh-Nya,
Aku ingin kita buka mata yang terpejam di
kesunyian malam,
Lalu kita hadapkan wajah kita yang hina ini
di hadapan-Nya,
Dengan segala kerendahan, dengan segala
keterbatasan,
Bahkan dengan cucuran air mata ketulusan,
Aku ingin kita bersama – sama mengatakan
kepada-Nya,
Hanya kepada Mu kami bergantung.
Munkin kalian memang memiliki sayap untukku
menggapai bintang itu,
Tapi kapanpun Dia mau,
Dia bisa mengambil sayap itu dariku,
Apa kalian ingin selamanya aku duduk
terdiam, hanya memandangi bintang itu,
Seperti pungguk yang merindukan rembulan,
Hanya saja aku seorang pemimpi yang
merindukan bintang.
Satu lagi yang aku pinta dari kalian, wahai
malaikatku,
Temani aku menggapai bintang itu,
Jangan mengacungkan jari telunjuk kalian di
saat ku terjatuh,
Tapi aku berharap,
Senyum kalian selalu menyinariku,
Karena itu akan membuatku mampu terbangun
dan bangkit lagi untuk menggapai bintang itu.
Sejatinya langkah demi langkah kaki ini,
Karena kuingin membawa bintang itu untuk
kalian.
Itulah bahagiaku....
.....yang sederhana J
Sesederhana di saat ku tersenyum,
mengingatNya dan mengatakan “Terimakasih Tuhan”.
By : Fini_Fidi_Fisi.co.id/07.07.2015
No comments:
Post a Comment